![]() |
Menakar Capaian 100 Hari Kerja Sujiwo–Sukiryanto |
TANJUNGPURA.ID (KUBU RAYA) – Dalam ilmu politik dan administrasi publik, ada adagium klasik yang berbunyi: _”Good governance is not about ruling from above, but serving from within.”_ Prinsip ini menjadi semakin relevan dalam konteks pemerintahan daerah di Indonesia yang kini menuntut pemimpin untuk tidak hanya memerintah, tetapi hadir dan melayani secara langsung. Salah satu contoh kepemimpinan yang merepresentasikan prinsip tersebut secara nyata adalah pasangan Sujiwo dan Sukiryanto, Bupati dan Wakil Bupati Kubu Raya.
Kabupaten Kubu Raya yang dahulu identik sebagai daerah penyangga Kota Pontianak dengan keterbatasan infrastruktur dan akses pelayanan publik, kini menjelma menjadi salah satu kabupaten yang progresif di Kalimantan Barat. Di bawah kepemimpinan Sujiwo–Sukiryanto, Kubu Raya mengalami perubahan signifikan dalam aspek pembangunan fisik, pelayanan publik, pemberdayaan ekonomi, hingga pembangunan ruang sosial budaya masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepemimpinan Visioner dan Transformasional
Dalam teori kepemimpinan transformasional yang dikemukakan oleh James MacGregor Burns (1978) dan dikembangkan lebih lanjut oleh Bernard M. Bass (1985), pemimpin transformasional adalah mereka yang mampu menginspirasi pengikutnya untuk mencapai tujuan bersama, melampaui kepentingan pribadi demi visi yang lebih besar. Salah satu cirinya adalah kemampuan menciptakan perubahan melalui kedekatan dengan masyarakat, integritas, serta semangat melayani.
Sujiwo–Sukiryanto menunjukkan ciri-ciri ini melalui berbagai langkah nyata. Mereka tidak memposisikan diri sebagai elite yang berjarak dari rakyat, melainkan hadir secara langsung di tengah masyarakat.
Melalui kegiatan sidak rutin ke tempat-tempat pelayanan publik, Kantor Dinas, Puskesmas untuk memastikan bahwa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat terfasilitasi dengan baik. Selain itu kunjungan ke desa-desa, serta keterlibatan aktif dalam kegiatan masyarakat, mereka membangun komunikasi dua arah yang hidup dan bermakna. Dengan cara ini, mereka bukan hanya menjadi pemimpin yang administrator, tetapi juga menjadi pemimpin yang engage dan inspiratif.
Jika dilihat progres ketercapaian kinerja 100 hari lebih kinerja Sujiwo-Sukiryanto dalam memimpin Kubu Raya, maka Salah satu capaian yang patut dicatat adalah reformasi dalam sistem pelayanan publik.
Konsep _Good Governance menurut United Nations Development Programme_ (UNDP) mencakup partisipasi, akuntabilitas, transparansi, responsivitas, efektivitas, dan keadilan. Pelayanan publik yang dulunya lambat dan berbelit-belit kini direformasi menjadi sistem yang lebih cepat, transparan, dan efisien, melalui penerapan sistem pelayanan satu pintu dan digitalisasi administrasi.
Langkah ini memperlihatkan bahwa pemerintah daerah tidak lagi memposisikan masyarakat sebagai pihak yang “meminta”, tetapi sebagai mitra pelayanan. Ini adalah pergeseran paradigma dari _power-oriented governance menjadi service-oriented governance,_ yang menurut Dwight Waldo (1948), merupakan esensi dari administrasi publik modern.
Pada sektor Infrastruktur untuk Keadilan Sosial khususnya di bidang pembangunan fisik. Kabupaten Kubu Raya di masa 100 hari lebih kerja, kepemimpinan mereka berhasil melakukam percepatan pembangunan di berbagai proyek infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, dan saluran irigasi, terutama di wilayah-wilayah pedalaman yang selama ini terpinggirkan.
Progres untuk pelaksanaan pembangunan infrastruktur poros ekonomi menjadi perhatian khusus guna menopang percepatan pembangunan ekonomi masyarakat. Hal yang cukup menjadi perhatian adalah inisiasi dalam menyatukan jalur transportasi di Kubu Raya dengan Kapal Ferry/Penyeberangan untuk beberapa kecamatan yang terpisah sungai.
Ini sejalan dengan teori Amartya Sen (1999) dalam bukunya _Development as Freedom,_ yang menekankan bahwa pembangunan bukan sekadar pertumbuhan ekonomi, tetapi pelepasan warga dari belenggu keterbatasan akses, ketidaksetaraan, dan ketidakadilan.
Pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh pelosok desa memberi ruang bagi masyarakat untuk mengakses pendidikan, kesehatan, serta peluang ekonomi dengan lebih baik, sekaligus menurunkan kesenjangan wilayah. Jalan yang dulu hanya bisa dilalui kendaraan roda dua di musim kering, kini telah dibangun dan menghubungkan desa ke kota, pasar ke pelabuhan, dan produksi ke konsumsi.
Pada sektor Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, spirit Ekonomi Kerakyatan
Ekonomi lokal menjadi perhatian penting dalam masa kepemimpinan Sujiwo–Sukiryanto. Mereka mendorong program-program pendampingan bagi petani, nelayan, dan pelaku UMKM yang menjadi bagian dari visi besar Sujiwo-Sukiryanto ke depan.
Hal ini sesuai dengan pendekatan ekonomi kerakyatan, yang menekankan partisipasi dan kemandirian masyarakat dalam proses ekonomi. Menurut Boeke dan diperkuat oleh pemikiran Mubyarto, ekonomi rakyat adalah sistem ekonomi yang bertumpu pada kekuatan masyarakat kecil dan lokal, bukan ekonomi pasar besar yang seringkali eksploitatif.
Program ini bukan sekadar memberikan bantuan, tetapi membangun daya dan membuka ruang bagi rakyat untuk tumbuh secara mandiri. UMKM, misalnya, kini diberi panggung nyata melalui ruang terbuka publik, serta pelatihan pemasaran digital. Sebuah bentuk pembangunan yang tidak hanya mengejar angka statistik, tetapi keberdayaan manusia.
Ruang Terbuka Publik: Pembangunan Sosial dan Budaya
Salah satu capaian penting yang sering luput dari sorotan statistik adalah pembangunan ruang terbuka publik. Di era Sujiwo–Sukiryanto, ruang publik seperti taman dirgantara diresmikan sebagai pusat berkumpulnya masyarakat dari berbagai lapisan. Tempat ini bukan sekadar untuk bersantai, tetapi juga menjadi ruang ekonomi bagi UMKM, panggung ekspresi seni dan budaya lokal, dan arena sosialisasi antarwarga.
Dalam teori urban dan sosial, Jane Jacobs (1961) dalam bukunya _The Death and Life of Great American Cities_ menekankan pentingnya ruang publik dalam membangun kohesi sosial dan peradaban kota. Tanpa ruang bersama, masyarakat akan hidup dalam isolasi dan kehilangan identitas kolektif. Kubu Raya berhasil menempatkan pembangunan fisik sebagai medium memperkuat solidaritas sosial dan kebanggaan budaya lokal.
Kebijakan di bidang pendidikan dan kesehatan juga menjadi perhatian utama. Pemerintah daerah Kabupaten Kubu Raya secara bantuan operasional pendidikan bahkan di tingkat pendidikan swasta dan memperbaiki fasilitas pendidikan di pelosok. Pada bidang kesehatan, peningkatan fasilitas puskesmas, pelayanan kesehatan gratis, dan program penyuluhan kesehatan masyarakat menjadi agenda rutin.
Menurut Gary Becker dalam konsep _human capital theory,_ pendidikan dan kesehatan merupakan investasi jangka panjang yang berdampak langsung pada peningkatan produktivitas dan kualitas hidup masyarakat.
Dengan memperkuat dua pilar ini, Sujiwo–Sukiryanto tidak hanya membangun untuk hari ini, tetapi mempersiapkan fondasi untuk masa depan Kubu Raya sesuai dengan jargonnya “Melaju” melayani dan maju.
Partisipasi Publik dan Kepemimpinan Kolaboratif
Salah satu kekuatan utama dari pasangan ini adalah kemampuannya membangun tata kelola yang partisipatif. Melalui musrenbang terbuka, forum warga, serta dialog sosial dengan gerakan responsif atas segala masukan masyarakat di media sosialnya. Semua kondisi yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat yang luput dari pantauan langsung dilakukan.
Mereka melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan pembangunan. Ini sejalan dengan teori partisipatif menurut Sherry Arnstein (1969) dalam _A Ladder of Citizen Participation,_ yang menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam pemerintahan harus naik dari simbolis menjadi substansial.
Dengan melibatkan tokoh adat, tokoh agama, pemuda, dan perempuan dalam diskusi kebijakan, Sujiwo–Sukiryanto menunjukkan kepemimpinan kolaboratif yang mampu membangun rasa memiliki dan tanggung jawab bersama atas arah pembangunan Kubu Raya.
Keberhasilan kepemimpinan Sujiwo–Sukiryanto dalam kurun waktu 100 Hari kerjanya di Kabupaten Kubu Raya memberikan harapan besar bagi masyarakat dalam 1 periode ke depan untuk terus membawa perubahan signifikan dalam tata kelola pemerintahan khususnya dalam memberikan pelayanan publik yang baik untuk membawa Kubu Raya menjadi kabupaten yang bagus pelayanannya dan maju daerahnya.
Sehingga Masyarakat bukan semata hasil dari program-program fisik yang terlihat, tetapi buah dari pendekatan kepemimpinan yang melayani, membumi, dan melibatkan rakyat secara aktif. Dalam banyak teori manajemen publik, termasuk pandangan Robert Greenleaf (1970) tentang _servant leadership,_ pemimpin terbaik adalah mereka yang menempatkan diri sebagai pelayan, bukan penguasa.
Kubu Raya hari ini adalah cerminan dari semangat membangun yang mengutamakan kesejahteraan sosial, keadilan pembangunan, dan ruang partisipasi rakyat. Ruang terbuka publik yang hidup, pelayanan publik yang transparan, infrastruktur yang merata, hingga ekonomi lokal yang bertumbuh adalah buah nyata dari kepemimpinan yang tidak hanya bekerja, tetapi berempati dan berkolaborasi.
Di tengah berbagai tantangan dan keterbatasan, Sujiwo–Sukiryanto menunjukkan bahwa perubahan adalah mungkin jika pemimpin mau mendengar, hadir, dan bergerak bersama rakyat.
(Penulis: Gus Hefni Maulana, Mahasiswa Magister Sosiologi Universitas Tanjungpura Pontianak)