![]() |
Bang Mimi Tegaskan Tak Ada Pelanggaran Hukum |
TANJUNGPURA.ID .ID (JAKARTA) — Istri Menteri Koperasi dan UKM, Agustina Hastarini, tengah menjadi sorotan publik setelah beredarnya surat permohonan dukungan kepada sejumlah Kedutaan Besar RI (KBRI) di beberapa negara Eropa. Surat tersebut berisi permintaan pendampingan selama perjalanannya mendampingi sang putri dalam kegiatan festival budaya internasional.
Menanggapi isu tersebut, Agustina menyatakan bahwa kepergiannya ke Eropa adalah urusan pribadi, yakni untuk mendampingi putrinya yang mewakili Indonesia dalam ajang budaya bersama tim sekolahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Founder Firma Hukum Berliandy & Partners, Muhammad Merza Berliandy, S.H., M.H.—yang akrab disapa Bang Mimi—menyampaikan pandangannya secara hukum.
Ia yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPC PERADI SAI Jakarta Timur dan Ketua Komite Tetap Hubungan Kepemerintahan KADIN Kota Jakarta Timur, menilai bahwa permohonan dukungan ke KBRI bukan merupakan pelanggaran, selama sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Secara hukum dan diplomatik, permohonan seperti itu dibolehkan, bahkan sangat disarankan, selama memenuhi ketentuan administratif dan etika kenegaraan,” jelas Bang Mimi.
Ia merujuk pada UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang menegaskan bahwa salah satu fungsi KBRI adalah melindungi kepentingan WNI di luar negeri, termasuk dalam kegiatan sosial dan budaya.
Menurutnya, kunjungan istri Menteri UMKM tersebut bukan kepentingan pribadi semata, melainkan bagian dari misi budaya. Oleh karena itu, KBRI pantas dijadikan mitra koordinasi.
“Permohonan itu bersifat administratif dan dilakukan dalam konteks kegiatan budaya yang membawa nama Indonesia. Maka, secara hukum sah dan tidak menyalahi aturan,” tegas Bang Mimi.
Ia juga mengingatkan pentingnya membedakan antara kepentingan pribadi dan jabatan publik. Apabila fasilitas negara digunakan, maka harus ada koordinasi dan kepatuhan terhadap etika penyelenggaraan negara.
Bang Mimi menambahkan, semua WNI, termasuk pejabat, berhak atas dukungan dari KBRI dalam kegiatan resmi yang membawa nama negara. Hal ini juga diperkuat oleh UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Menurutnya, kegiatan non-pemerintah yang membawa identitas Indonesia dalam forum internasional memiliki nilai diplomatik, sehingga wajar jika KBRI memberikan dukungan, baik dalam bentuk bantuan administratif, logistik, maupun moral, selama sesuai aturan.
Lebih lanjut, Bang Mimi memuji langkah Menteri UMKM yang melaporkan persoalan ini ke KPK. Ia menyebut itu sebagai bentuk klarifikasi yang patut diapresiasi dan merupakan tradisi positif dalam menjawab opini publik.
“Ini bukan soal pelanggaran, tapi soal transparansi. Dan langkah untuk melapor ke KPK adalah bukti bahwa pejabat negara siap terbuka kepada publik,” pungkasnya.
Bang Mimi menutup dengan menegaskan bahwa penggunaan fasilitas KBRI oleh WNI—termasuk pejabat—diperbolehkan dalam konteks membawa nama bangsa, selama tetap mematuhi aturan yang berlaku dan disertai dokumen resmi. Hak ini berlaku setara bagi seluruh WNI.