TANJUNGPURA. (JAKARTA) — Anemia Defisiensi Besi (ADB) yang terjadi pada usia balita dapat menurunkan IQ dan tingkat kecerdasan anak sebesar 8 – 9 point. Hal itu tentu saja mempengaruhi masa depan anak kelak menjadi generasi yang sulit bersaing.
Dalam talkshow gizi peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 yang diselenggarakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Rabu (6/8), Menteri PPPA Arifah Fauzi menegaskan pencegahan anemia pada anak kini juga menjadi prioritas.
“Ketika di usia dini anak kurang gizi akan menjadi anemia. Ini Mempengaruhi tumbuh kembang anak, tidak hanya fisik tapi juga kemampuannya menyerap pengetahuan,” kata Arifah Fauzi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Oleh karena itu, Arifah menyebut pemenuhan gizi terutama zat besi pada anak dalam lingkungan keluarga harus menjadi perhatian. Sebab, keluarga adalah lingkungan pertama yang penting dalam fase tumbuh kembang anak.
“Pemenuhan gizi ini menjadi prioritas utama dalam keluarga karena untuk membangun generasi yang berkualitas yang bermutu ini harus ditunjang beberapa hal salah satunya adalah kesehatan ,” ucap Arifah.
Hal senada juga disampaikan Asisten Deputi Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Pemenuhan Hak Anak Wilayah III, Rr. Endah Sri Rejeki, S.E, M.IDEA, Ph.D. “Lingkungan dan keluarga merupakan faktor yang penting pemenuhan hak gizi anak. Karena itu KemenPPPA selalu berupaya menyadarkan masyarakat untuk mengubah pola asuh menjadi lebih baik,” jelas Endah.
Dokter spesialis anak, dr. Agnes Tri Harjaningrum, Sp.A, mengatakan dampak ADB pada anak sangat fatal. Selain dapat menurunkan kecerdasan, ADB juga dapat dapat memicu ketidakstabilan emosi anak. Akibatnya, anak mudah menangis dan juga stres.
“Anak yang mengalami kekurangan zat besi, selain menurunkan IQ juga bisa mengalami gangguan emosi, dia akan cepat marah, dia emosi yang lebih gampang nangis, lebih gampang stres, regulasi emosinya juga tidak bagus,” jelas dr. Agnes.
Ia pun menekankan pentingnya Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang sudah terfortifikasi kepada balita yang sudah memasuki usia enam bulan. Sebab, kualitas ASI sudah menurun di usia enam bulan sehingga perlu makanan atau minuman yang dapat memberikan zat besi tambahan.
“Anak-anak dapat diberikan MPASI yang sudah terfortifikasi untuk memenuhi zat besi,” ujar dr. Agnes.
Hal yang sama juga disampaikan Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, dr. Lovely Daisy, MKM. Ia menjelaskan kualitas ASI akan menurun seiring bertambahnya usia anak. Maka dari itu, pemberian MPASI yang bergizi untuk anak harus tepat waktu dan tidak boleh terlambat.
“Karena kalau enam bulan itu ASI sudah tidak mencukupi lagi untuk kebutuhan anak. Tapi kalau sesudah 6 bulan itu, kita jangan sampai terlambat memberikan makanan pendamping ASI,” ujar dr. Lovely.
Sementara itu, Ketua Umum Fatayat NU, Hj. Margaret Aliyatul Maimunah menegaskan peran organisasi masyarakat dalam memperkuat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi anak, khususnya zat besi untuk mencegah ADB. Fatayat NU, lanjut Margaret, dapat mengisi ruang edukasi yang terlewat oleh pemerintah.