TANJUNGPURA.ID (KUBU RAYA) — Kekhawatiran terhadap meningkatnya insiden listrik padam akibat layangan kembali disuarakan. Ketua V Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kubu Raya, Ust. Zulkifli, S.Pd.I., Lc., menegaskan bahwa penggunaan layangan dengan benang kawat maupun benang gelas sudah tidak layak lagi dimainkan di kawasan perkotaan, terutama yang dipenuhi jaringan kabel listrik. (28/10/2025).
Dalam wawancara khusus, beliau menjelaskan bahwa penggunaan kawat pada layangan berawal dari kebiasaan para pemain yang memakai benang gelas untuk memutuskan layangan lawan. Untuk menangkap layang-layang yang putus itu, sebagian pemain kemudian beralih menggunakan kawat. Namun kebiasaan ini justru menimbulkan ancaman besar bagi masyarakat dan infrastruktur listrik.
“Layangan pakai kawat itu sangat berbahaya. Kalau kawat itu menyentuh dua kabel sekaligus, pasti akan konslet. Sudah banyak kerusakan PLN terjadi gara-gara layangan kawat,” tegas Ust. Zulkifli.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia mengungkapkan bahwa benang gelas juga tak kalah berbahaya karena mampu mengikis lapisan isolator kabel listrik. Ketika lapisan itu terkelupas dan bersentuhan antar kabel, korsleting dapat terjadi dan memicu padamnya listrik hingga kerusakan peralatan PLN.
“Benang gelas itu bisa mengoyak lapisan hitam kabel PLN. Kalau sudah terkikis, tinggal tunggu waktu korslet. Sedangkan kawat yang tersangkut bisa bikin kabel meledak. Ini bukan hal sepele,” jelasnya.
Menurutnya, kondisi ini semakin berisiko di wilayah perkotaan yang memiliki jaringan kabel listrik rapat, termasuk kawasan padat penduduk dan bahkan area dekat bandara. Karena itu, ia menilai permainan layangan yang menggunakan benang gelas atau kawat sudah selayaknya dilarang demi keselamatan.
“Karena kita ini di kota, kabel listrik banyak. Ancaman bahayanya besar. Apalagi di sekitar bandara, sangat sensitif. Saya rasa permainan layangan pakai benang gelas dan kawat memang sebaiknya dilarang,” ujarnya.
Ust. Zulkifli juga menyoroti kerugian besar yang ditanggung PLN maupun masyarakat akibat kerusakan infrastruktur listrik. Mulai dari padamnya listrik rumah tangga, gangguan operasional perusahaan, hingga beban biaya besar untuk perbaikan jaringan.
“Kalau PLN rusak, dampaknya luas. Rumah tangga terganggu, perusahaan terhenti, negara pun ikut dirugikan. Perbaikan kabel itu tidak murah. Jadi kalau main layangan merusak kabel, yang rugi semuanya,” katanya.
Ia pun mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menyalurkan hobi. Permainan layangan, menurutnya, bisa tetap dinikmati asalkan tidak merusak fasilitas umum maupun membahayakan nyawa orang lain.
“Tolong masyarakat belajar menjaga lingkungan kita. Jaga kabel PLN. Hindari benang gelas dan kawat. Carilah permainan yang lebih aman dan ramah lingkungan,” imbaunya.
Di akhir penyampaiannya, Ust. Zulkifli berharap kesadaran bersama dapat tumbuh agar hobi bermain layangan tidak lagi menjadi pemicu kerusakan dan kerugian.
“Mari bijak dalam bermain. Jangan sampai kita merugikan pihak mana pun, terutama PLN yang banyak menanggung akibatnya. Semoga kita lebih sadar dan lebih peduli,” tutupnya.












