![]() |
Max, wisatawan asal Jerman menyaksikan fenomenal alam saat matahari berkulminasi. |
TANJUNGPURA.ID (PONTIANAK) – Kehadiran wisatawan mancanegara turut memeriahkan peringatan fenomena titik kulminasi matahari di Kota Pontianak. Salah satunya Diana Tobias, mahasiswa Universitas Humboldt ZU Berlin, Jerman, yang datang bersama rombongan akademisi. Ia mengaku sangat terkesan bisa menyaksikan langsung peristiwa alam unik ketika matahari tepat berada di atas kepala hingga bayangan tubuh menghilang.
“Ini pengalaman yang sangat berkesan bagi saya. Pertama kali datang ke Pontianak dan dapat merasakan langsung fenomena tanpa bayangan di garis khatulistiwa. Selain menarik secara ilmiah, momen ini juga memberi kesan budaya yang kuat,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Diana menuturkan, penyelenggaraan kulminasi memberi nilai tambah bagi wisatawan mancanegara. Bukan hanya menyaksikan fenomena alam, ia juga mengenal tradisi, budaya, serta keramahan masyarakat Pontianak.
“Saya merasa sangat diterima di sini, suasananya ramah dan hangat. Ini akan menjadi pengalaman yang tidak terlupakan,” tambahnya.
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, menyebut fenomena kulminasi matahari merupakan kekayaan alam yang menjadi identitas sekaligus daya tarik wisata kota khatulistiwa.
“Fenomena alam ini memberi kesan unik. Konon, bila tiga kali berturut-turut berada di titik nol saat kulminasi, usia akan terasa lebih muda lima tahun,” ujarnya.
Ia menyebut, kulminasi bukan hanya peristiwa astronomi, tetapi juga simbol semangat, kesehatan, dan inovasi.
“Pontianak dianugerahi fenomena alam yang tidak dimiliki kota lain. Inilah kebanggaan kita bersama dan menjadi warisan yang harus terus dijaga,” tegasnya.
Edi menambahkan, momentum ini juga menjadi sarana memperkuat branding Pontianak sebagai satu-satunya kota di Indonesia yang dilintasi garis khatulistiwa. Ia berharap penyelenggaraan kulminasi terus dikembangkan agar lebih dikenal luas, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Selain menyinggung sejarah Kota Pontianak yang berdiri pada 23 Oktober 1771 oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie, ia juga menekankan pentingnya pengembangan kawasan Tugu Khatulistiwa. Pemkot saat ini tengah berkomunikasi dengan TNI AD untuk memperluas area sehingga dapat dioptimalkan menjadi destinasi wisata unggulan.
“Mudah-mudahan lahan ini bisa kita dapatkan sehingga pengembangan kawasan Tugu Khatulistiwa dapat terwujud,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan bahwa kehadiran mahasiswa internasional serta rombongan akademisi menambah nilai acara dan memperluas jejaring kota. Terbukanya akses transportasi internasional diyakini akan berdampak positif bagi pertumbuhan kunjungan wisatawan. Tidak lupa, ia menyampaikan pesan hangat kepada tamu undangan.
“Pasti akan berpengaruh, memperlancar mobilitas, sekaligus memperluas peluang Pontianak menjadi tujuan wisata utama,. emoga pengalaman ini membawa kesan mendalam, termasuk ketika menikmati kuliner khas Pontianak yang terkenal enak,” tuturnya.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat turut memberikan apresiasi atas penyelenggaraan event Pesona Hari Tanpa Bayangan. Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Provinsi Kalbar, Windy Prihastari, menyebut kegiatan kulminasi merupakan hasil kerja sama erat antara Pemkot Pontianak, akademisi, dan seluruh pemangku kepentingan.
“Pelaksanaan event ini sudah lima tahun berturut-turut dan selalu menghadirkan inovasi. Ini menjadi kebanggaan kita bersama, karena fenomena kulminasi tidak dialami semua daerah. Pontianak patut bersyukur sekaligus memanfaatkannya sebagai promosi wisata,” ujarnya.
Windy optimistis event ini bisa masuk dalam Kharisma Event Nusantara (KEN) 2026. Menurutnya, hal itu akan memperkuat posisi Pontianak sebagai destinasi wisata unggulan, sejalan dengan visi pengembangan pariwisata dalam RPJMD Provinsi Kalbar 2025–2030.
Data BPS mencatat pada 2024 jumlah wisatawan nusantara naik 73,33 persen, sementara wisatawan mancanegara meningkat 20,25 persen. Hingga Juli 2025, wisatawan nusantara sudah mencapai 7,7 juta orang.
“Kami yakin event kulminasi berkontribusi besar terhadap peningkatan kunjungan ini,” katanya.
Windy berharap wisatawan membawa pulang kesan mendalam, termasuk pengalaman kuliner khas Pontianak. Ia juga menilai sertifikat kunjungan Tugu Khatulistiwa bisa dikembangkan dalam bentuk digital agar lebih mudah dipromosikan melalui media sosial.
Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kota Pontianak, Rizal Almutahar, menambahkan event kulminasi menjadi agenda rutin yang digelar setiap Maret dan September sebagai ikon pariwisata kota.
“Event ini bukan hanya sekadar festival, tetapi juga sarana edukasi. Kami ingin Tugu Khatulistiwa dikenal sebagai landmark sekaligus pusat pembelajaran,” ujarnya.
Menurutnya, kulminasi kali ini diikuti sekitar 100 peserta program doktoral pada 23 September, dan sehari sebelumnya hampir 150 pengunjung hadir menyaksikan fenomena tersebut. Rangkaian kegiatan juga diperkaya dengan pentas seni, lomba mewarnai, serta atraksi budaya.
“Data kunjungan wisata mencatat lebih dari 50 ribu orang memasuki kawasan Tugu Khatulistiwa hingga akhir Agustus 2025,” tuturnya.
Rizal menegaskan pihaknya akan terus meningkatkan kualitas penyelenggaraan agar event ini menjadi daya tarik regional, nasional, hingga internasional rangkaian kulminasi akan dilanjutkan dengan hiburan musik di Taman Alun Kapuas pada 27–28 September.