TANJUNGPURA.ID (PONTIANAK) — Pesta Literasi Indonesia 2025 hadir di Kota Khatulistiwa dengan semangat merayakan keberagaman cerita dari garis lintang nol derajat. Bertempat di Rumah Radakng, Pontianak, Minggu (28/9), gelaran ini mengusung tema “Cerita Khatulistiwa” dan menjadi ruang perjumpaan bagi masyarakat lewat diskusi panel, pemutaran film pendek, pertunjukan seni, lomba mewarnai, hingga penampilan musik dan bazar Semesta Buku.
Acara dibuka dengan diskusi panel bertajuk “Kata-Kata dari Garis Tengah Bumi” yang menghadirkan M. Aan Mansyur, Cicilia Oday, Adi Ekatama, dan Abroorza Ahmad Yusra.
Dipandu oleh Afiyah Sephi Marshanda, diskusi ini menjadi ruang berbagi pengalaman seputar proses menulis, refleksi terhadap realitas sosial, serta peran literasi dalam membentuk kesadaran. Para narasumber datang dari latar yang beragam, namun memiliki benang merah dalam melihat menulis sebagai upaya untuk mencatat dan merespons zaman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Membaca adalah cara kita bertahan, dan menulis adalah cara kita bicara saat tidak didengarkan,” ujar M. Aan Mansyur dalam salah satu bagian diskusi. Kutipan tersebut mencerminkan semangat yang diusung sepanjang sesi, bahwa literasi bukan hanya alat untuk memahami dunia, tetapi juga sarana untuk melawan ketidakadilan, menumbuhkan empati, dan menjaga keberlangsungan nilai-nilai kemanusiaan.
Bersamaan dengan diskusi panel, berlangsung lomba mewarnai untuk anak kelas 1-3 SD. Anak-anak dan keluarga turut memeriahkan Pesta Literasi Indonesia lewat kegiatan ini, menjadikannya ruang literasi yang ramah dan inklusif untuk semua usia.
Setelah sesi diskusi, pengunjung diajak untuk menikmati dua film pendek pilihan, yakni Tak Ada yang Gila di Kota Ini dan Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan. Kedua film ini menyoroti realitas sosial yang kerap luput dari perhatian publik, dan menjadi bentuk perluasan medium literasi ke ranah visual yang menyentuh dan reflektif.
Antusiasme masyarakat semakin terasa saat ruang apresiasi sastra dibuka. Pengunjung disuguhi berbagai penampilan, mulai dari seni tutur Tundang oleh siswa SMPN 22 Pontianak, hingga pertunjukan tari dari Sanggar Seni Bougenville dan Sanggar Andari.
Sebagai penutup, panggung Pesta Literasi Indonesia 2025 dimeriahkan dengan penampilan musik dari Manjakani, yang berhasil menghadirkan suasana syahdu namun penuh semangat kebersamaan. Musik dan literasi bersatu dalam satu ruang, menciptakan pengalaman yang tak hanya inspiratif, tetapi juga membekas di hati para pengunjung.
Sepanjang bulan September 2025, Gramedia Pustaka Utama juga menghadirkan program promosi khusus untuk berbagai judul terbitannya. Dengan minimal transaksi Rp150.000, pembaca bisa mendapatkan potongan harga 15% di seluruh Toko Gramedia. Promo ini juga berlaku di platform daring seperti Gramedia.com, Gramedia Official Shop (Shopee & Tokopedia), serta Gramedia Pustaka Utama Official Shop (Shopee), bahkan dengan diskon hingga 20% tanpa syarat minimal pembelian.
Di Pontianak, semangat ini turut diwujudkan melalui kehadiran Semesta Buku, bazar buku yang menjadi bagian dari rangkaian Pesta Literasi Indonesia 2025. Masyarakat bisa menjelajahi berbagai pilihan buku secara langsung, sekaligus merayakan literasi dalam suasana yang meriah dan terbuka untuk semua.
“Kami percaya bahwa literasi bisa hadir di mana saja dan menjadi kekuatan yang membebaskan. Pesta Literasi Indonesia bukan hanya tentang buku, tapi tentang membangun ruang-ruang dialog dan keberdayaan melalui cerita dan pengalaman,” ujar Amie Puspahadi, Ketua Pesta Literasi Indonesia 2025.
Pesta Literasi Indonesia 2025 di Pontianak menjadi bukti bahwa semangat literasi dapat tumbuh dan dirayakan di berbagai penjuru negeri. Melalui kolaborasi antara Gramedia Pustaka Utama dan komunitas Suara Literasi Membara, gelaran ini menghadirkan lebih dari sekadar festival.
Melainkan ruang pertemuan ide, pengalaman, dan harapan akan masa depan literasi yang lebih hidup, kritis, dan berdaya.