TANJUNGPURA.ID (KETAPANG) – – Di tengah komitmen pemerintah pusat untuk meringankan beban masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam memiliki rumah layak huni, Pemerintah Kabupaten Ketapang justru masih memberlakukan pungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) untuk rumah subsidi, meskipun telah terbit Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yang secara tegas mengatur pembebasan biaya tersebut.
SKB yang ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat itu memuat ketentuan pembebasan BPHTB dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk rumah subsidi bagi MBR sebagai bagian dari upaya mendukung Program Tiga Juta Rumah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri ini merupakan Asta Cita program Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan termasuk Program Strategis Nasional (PSN).
Namun hingga saat ini, implementasi kebijakan tersebut belum berjalan di Kabupaten Ketapang. Para pengembang dan masyarakat mengaku masih dibebankan pungutan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), meski seharusnya pembebasan tersebut sudah berlaku sebagai bentuk pelaksanaan amanat kebijakan nasional.
“Kebijakan ini sangat dinanti masyarakat, terutama kalangan pekerja formal berpenghasilan rendah. Tapi di lapangan, kami masih menghadapi hambatan karena belum adanya tindak lanjut dari Pemkab Ketapang,” ujar salah satu pengembang perumahan yang enggan disebutkan namanya.
Selain BPHTB, SKB 3 Menteri juga mengatur pembebasan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung). PBG merupakan izin wajib yang harus dimiliki sebelum memulai pembangunan sebuah gedung.
Biaya yang terkait dengan pengurusan PBG mencakup biaya administrasi atau retribusi, jasa konsultasi arsitek, penyusunan dokumen teknis, serta biaya konsultan apabila diperlukan. Dengan adanya pembebasan ini, seharusnya proses pembangunan rumah subsidi menjadi lebih efisien dan terjangkau.
Kondisi di Ketapang dikhawatirkan akan memperlambat realisasi pembangunan rumah subsidi dan menunjukkan lemahnya respons daerah terhadap kebijakan nasional yang pro-rakyat kecil.
Sejumlah warga juga menyuarakan harapan agar Pemkab Ketapang segera melaksanakan Peraturan Bupati atau Surat Edaran Resmi, sebagai dasar hukum pembebasan BPHTB dan PBG untuk rumah subsidi.
“Jika daerah lain sudah bisa menerapkan, mengapa Ketapang belum?” ujar Aryandi salah satu warga calon penerima rumah subsidi.
“Kami hanya ingin rumah yang layak tanpa beban biaya tambahan yang seharusnya sudah dihapus,” tambahnya lagi.
Masyarakat dan kalangan pengembang kini menanti langkah konkret dari Pemkab Ketapang untuk mendukung program nasional tersebut, serta menunjukkan komitmen dalam meringankan beban rakyat dan mewujudkan perumahan yang adil dan terjangkau.
Dewan Pimpinan Daerah Real Estat Indonesia (DPD REI) Kalimantan Barat menyampaikan keprihatinan atas belum diterapkannya pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di beberapa daerah di Kalimantan Barat, meski telah diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri.
Ketua DPD REI Kalbar, H. Baharudin menyatakan bahwa kebijakan nasional tersebut semestinya segera ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah, termasuk Kabupaten Ketapang, dalam bentuk regulasi daerah seperti Surat Edaran atau Peraturan Bupati, guna memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi masyarakat serta para pengembang.
“Kami sangat menyayangkan belum adanya tindak lanjut dari beberapa daerah di Kalimantan Barat terhadap amanat SKB 3 Menteri, antara lain Kabupaten Ketapang, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Sanggau dan Kabupaten Sekadau, Padahal kebijakan ini bertujuan meringankan beban masyarakat berpenghasilan rendah dan mendukung program sejuta rumah,” ujar Ketua DPD REI Kalbar.
Menurutnya, keterlambatan penerapan kebijakan ini dapat menghambat realisasi pembangunan rumah subsidi di daerah dan memperlambat masyarakat untuk mendapatkan hunian layak dengan harga terjangkau.
Ia juga menegaskan bahwa REI siap bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk mempercepat proses regulasi di lapangan.
“Kami berharap Pemerintah Daerah segera memberlakukan kebijakan resmi pembebasan BPHTB dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk rumah subsidi, sebagaimana semangat dari SKB 3 Menteri. Ini bukan hanya kepentingan pengembang, tapi juga menyangkut hak masyarakat untuk mendapatkan akses perumahan yang adil,” tambahnya.
REI Kalbar juga menyatakan akan terus melakukan pendekatan dan koordinasi dengan pemerintah daerah agar sinergi antara pusat dan daerah dalam hal kebijakan perumahan dapat berjalan searah dan efektif.
REI Kalbar akan membuat laporan resminya kepada Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (DPP REI) sebagai tindak lanjut dari laporan para pengembang dan pengurus REI Kalbar. (tim liputan).