TANJUNGPURA.ID (PONTIANAK) – Sebanyak 28 warga Kalimantan Barat menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar. Saat ini, kepulangan para korban telah difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar. Menanggapi hal ini, anggota Komisi I DPRD Provinsi Kalbar, Zulfydar Zaidar Mochtar, menegaskan bahwa tidak ada toleransi bagi TPPO.
“Kejadian seperti ini tidak boleh ada toleransi. Jika ada dugaan perdagangan orang atau penjualan manusia, maka harus segera dilakukan pengecekan karena ini sangat membahayakan warga Kalimantan Barat yang sedang mencari pekerjaan,” tegas Zulfydar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Politisi dari Fraksi PAN ini juga menegaskan bahwa DPRD Kalimantan Barat akan terus memantau kasus TPPO yang marak terjadi di wilayah tersebut. Dengan posisi geografis yang berbatasan langsung dengan negara lain, Kalbar menjadi lebih rentan terhadap praktik perdagangan manusia.
“DPRD Kalimantan Barat akan terus mengawasi masalah ini. Kami berharap dengan adanya Gubernur Kalbar yang baru, bisa lebih banyak membuka lapangan pekerjaan, termasuk mempermudah perizinan usaha, karena ini berkaitan langsung dengan kesempatan kerja bagi masyarakat,” tambahnya.
Sebelumnya, sebanyak 699 korban TPPO di Myanmar berhasil diselamatkan dari daerah konflik bersenjata Myawaddi, Myanmar.
“Korban awalnya dijanjikan bekerja sebagai customer service di Thailand. Namun, mereka justru dikirim ke Myanmar untuk menjadi pelaku online scam tanpa menerima upah sesuai perjanjian,” ungkap Dirtipid PPA-PPO, Brigjen Pol Nurul Azizah, dalam konferensi pers di Bareskrim Polri pada Jumat, 21 Maret 2025, sebagaimana dilansir dari Kumparan.
Sebagian besar korban TPPO tersebut dipaksa bekerja sebagai operator judi online, pelaku online scamming, dan love scamming.
“Total 699 warga negara Indonesia yang telah dipulangkan berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia, antara lain Sumatera Utara, Jakarta, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, dan lainnya,” tambahnya.
Dengan meningkatnya kasus TPPO, DPRD Kalimantan Barat menegaskan perlunya kerja sama antara pemerintah daerah, aparat keamanan, dan masyarakat untuk mencegah serta memberantas praktik perdagangan manusia demi melindungi warga dari ancaman serupa di masa depan.