TANJUNGPURA.ID (PONTIANAK) – Meski kalah sekitar 19 ribu suara di Kabupaten Sintang pada pemilihan Gubernur Kalbar 2018 lalu, namun Sutarmidji yang akhirnya menjabat sebagai gubernur hasil akumulasi kemenangan dari berbagai daerah itu, tetap memperhatikan pembangunan di sana.
Tak tanggung-tanggung, dana APBD yang digelontorkan selama periode lima tahun Sutarmidji menjabat pun cukup fantastis. Untuk pembenahan jalan saja sudah mencapai ratusan miliar rupiah. Belum lagi yang lain-lain, semisal bansos, baik saat covid maupun tidak, bedah rumah, serta bantuan-bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan lainnya. Bahkan kalau mau jujur, Bumi Senentang itu masuk dalam 3 besar prioritas pembangunan jalan provinsi di era Sutarmidji 2018 – 2023, setelah Ketapang dan Kubu Raya.
Tak heran, jika Ketua Relawan Pendekar Kapuas Raya, Radimin Robi, dengan bahasa yang agak sedikit menohok mengatakan, bahwa masyarakat Sintang hari ini harus benar-benar sadar dengan fakta keras yang ada di depan mata, kalau Sutarmidji memang merupakan sosok yang mampu meniadakan ego sektoralnya ketika ia terpilih sebagai pemimpin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Walaupun dia kalah (di Sintang 2018 lalu), tapi ketika jadi gubernur, kita semua ini masyarakatnya, masyarakat Kalbar. Dia Gubernur Kalbar, gubernur untuk kita semua. Beliau ini sudah membuktikan dan bukan berjanji lagi, sudah kita rasakan banyak program beliau,” katanya.
“Banyak orang bilang Pak Midji (sapaan karib Sutarmidji) bukan gubernur kita, tapi ‘gubernur Pontianak’, banyak orang bilang seperti itu, (tapi lihat) pada 2018 sampai 2023—(walaupun) 2018 beliau bertarung dengan Karolin dan Gidot beliau kalah 19 ribu suara di Kabupaten Sintang, kalah bukan menang, tapi beliau membangun Sintang 137 kilometer jalan provinsi, yang dibangun beliau itu menelan anggaran 235 miliar rupiah (untuk) jalan,” beber Robi menekankan.
Maksud Robi, masyarakat Sintang seharusnya bisa lebih cerdas menilai, jangan hanya mendengar informasi dari satu dua orang, lalu menafikan fakta-fakta yang ada di lapangan.
“Saya di ujung kampung itu ada dari Simpang Medang – Nanga Mau, Nanga Mau – Tebidah, – Tebidah – Bunyau, Bunyau – Serawai, ini daerah kami. Ini banyak yang belum tahu, ini dari beliau (Sutarmidji yang bangun), ini luar biasa kalau orang (masih) bilang Pak Midji tidak membangun Sintang,” sindirnya.
Robi bahkan menantang, kalau memang Sutarmidji tidak memperhatikan Sintang dengan alasan karena dia kalah suara pada Pilgub Kalbar 2018, mengapa pembangunan Sintang terus berjalan dan bahkan menjadi prioritas selama 5 tahun ini?
“Kalau orang bilang ‘gubernur Pontianak’, beliau kalah di Sintang, tapi mengapa beliau membangun kita di Sintang? Artinya omongan itu salah, dan (isu) itu keluar ketika sudah ada kontestasi politik,” katanya.
Robi menilai, dagangan politik murahan seperti itu memang sengaja dihembuskan oleh kubu-kubu lawan di tengah kontestasi pilgub saat ini, dengan alasan melihat Kota Pontianak yang lebih maju. Padahal Pontianak—yang notabene ibu kota provinsi—dari dulu memang sudah lebih maju ketimbang daerah lain, karena selain memiliki APBD yang cukup besar, Pontianak memiliki cakupan wilayah yang relatif lebih kecil. Sehingga pemerataan pembangunan di sana dapat lebih cepat dan mudah dilakukan, serta faktor-faktor lainnya.
Mirisnya lagi, ketika “jualan” tersebut tidak berhasil, maka “lawan-lawan” itu tak akan segan menggunakan cara-cara kotor, seperti dengan menekan, mengancam, menakut-nakuti, atau bahkan menyuap para pemilih untuk bisa berkuasa.
“Saat ini ada tim sukses (dari kubu lawan) yang ‘jual kecap’. Bapak-ibu bisa lihat sendiri, lihat program yang dijual, terukur atau tidak? Saya minta kita semua saat ini—banyak orang yang akan membujuk kita semua dengan memberi uang, ini hati-hati, jangan mau lagi kita dibodoh-bodohi! Hanya karena duit Rp 200 ribu – Rp 300 ribu, lalu kita menggadaikan harga diri kita, jangan sampai mau,” tegasnya.
Robi pun berpandangan, jika masyarakat hari ini masih mau menerima “serangan fajar”, maka sama halnya ia telah menggadaikan harga dirinya. Padahal tujuan adanya “pemilihan” adalah untuk kesejahteraan masa depan.
“Saya berharap apabila ada calon lain yang memberikan duit untuk kita memilih mereka, ambil duitnya masuk kocek, tapi jangan pilih, (karena) mereka sudah menjatuhkan harga diri kita. Karena harga diri kita hanya ditukar duit Rp 200 ribu jangan mau,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Robi memprediksi, narasi-narasi tak mendidik juga akan terus berkembang menuju tanggal 27 November ini. Contoh, orang Dayak harus pilih orang Dayak, orang Islam harus pilih orang Islam dan seterusnya.
“Nanti ada selentingan, harus milih gubernur-wakil gubernur harus memilih sesama Dayak, harus memilih sesama muslim, jangan mau dibodoh-bodohi dengan kata-kata itu, saat ini kita memilih gubernur dan wakil gubernur untuk seluruh elemen masyarakat Kalbar, bukan kita memilih pemimpin suku,” jelasnya.
“Saya berdiri di garda terdepan. Saya tidak peduli mau gubernurnya agamanya apa, sukunya apa, asalnya dari mana, kalau dia bisa berkontribusi yang baik untuk masyarakat Kalbar, kalau beliau bisa membangun Kalbar, kalau beliau bisa membuat Kalbar ini aman, wajib kita pilih,” serunya.
Terakhir, Robi kembali menegaskan agar masyarakat jangan mau diadu domba. Jangan biarkan Kalbar gaduh, karena selama ini sudah aman dan tentram di bawah kepemimpinan Sutarmidji.
“Jangan sampai kita mau diadu domba, kasihan nanti (masyarakat yang tidak tahu apa-apa), beliau ini (sudah menjabat) 2018 – 2023, beliau (Sutarmidji) ini sudah terbukti, masyarakat kita aman di Kalbar ini,” tuntasnya.