TANJUNGPURA.ID (SINTANG) – Bakal Calon Gubernur (Bacagub) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) Sutarmidji menghadiri silaturahmi, dan dialog bersama relawan Pendekar Kapuas Raya Militan Midji-Didi di Cafe R & D, Jalan YC Oevang Oeray, Kabupaten Sintang, Kamis (19/9) malam. Kegiatan yang turut dihadiri ratusan milenial, dan gen Z Kabupaten Sintang itu, membahas tema tentang, Kupas Tuntas Kapuas Raya.
Dalam kesempatan itu, Sutarmidji menjelaskan secara gamblang soal pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Provinsi Kapuas Raya yang telah diusulkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalbar ketika ia menjabat sebagai gubernur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Midji-sapaan karibnya merasa perlu kembali meluruskan soal DOB Provinsi Kapuas Raya. Itu karena, saat ini ada pihak-pihak yang sengaja kembali mengungkit isu Kapuas Raya, dan menarasikan seolah Sutarmidji tidak banyak berbuat. Bahkan ia dianggap gagal mewujudkan salah satu janji kampanyenya, ketika mencalonkan diri sebagai gubernur di periode pertama, tahun 2018 itu.
Padahal segala kewenangannya sebagai gubernur untuk memekarkan Kalbar menjadi dua provinsi sudah ia tuntaskan. Namun semua itu masih terganjal, karena pemerintah pusat belum mencabut moratorium pemekaran daerah se-Indonesia.
“Jadi Kapuas Raya itu jangan kita mau dibodoh-bodohi orang. Karena seluruh yang menjadi kewenangan gubernur sudah, kesepakatan (dengan) lima kabupaten/kota (yang masuk wilayah Kapuas Raya) juga sudah, baik antara bupati maupun ketua DPRD, sudah kami (Pemprov) minta semua, kami perbaharui kesepakatan. Antara ketua DPRD provinsi dengan gubernur juga sudah, yang (isinya) bersedia untuk membiayai tiga tahun operasional Kapuas Raya dari APBD provinsi (Kalbar),” ungkapnya.
Lebih lanjut Midji menerangkan, semua persyaratan pembentukan DOB Provinsi Kapuas Raya juga sudah disampaikan ke Wakil Presiden (Wapres) selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Termasuk pula ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan kementerian/lembaga terkait lainnya.
“Semuanya sudah, masalahnya pemekaran itu wewenangnya ada pada pusat, provinsi itu harus dibentuk dengan undang-undang (UU), yang membuat UU itu DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) RI, dan presiden,” ujarnya.
Kalau kemudian, lanjut dia, ada anggota DPR RI yang turut mempermasalahkan hal itu, ia justru mempertanyakan kinerja anggota DPR RI tersebut. Karena salah satu yang berkewenangan mengusulkan UU adalah DPR RI. “Apa yang dibuat di DPR RI sana, tanya saja dia, kan yang buat undang-undang pemekeran itu DPR RI, bukan saya. Kalau saya boleh, sudah lima tahun yang lalu saya tandatangani Kapuas Raya, tapi karena ini adalah kewenangan DPR RI saya tidak bisa,” tegasnya.
Midji mengatakan, memang ada pihak-pihak yang sengaja mengangkat kembali isu tentang Kapuas Raya, hanya untuk membodoh-bodohi masyarakat. Bahkan yang lebih parah lagi, menurut dia, ada pihak yang seharusnya ikut mempersiapkan Sintang sebagai calon ibu kota provinsi Kapuas Raya dengan pembangunan-pembangunan, tapi justru tidak melakukannya.
“Faktanya ada anggota DPR dapil (daerah pemilihan) dua saja, dia malah merekomendasi untuk pembangunan jalan di dapil satu, saya punya bukti, ada 14 jalan itu dibangun di Kubu Raya, bukan di Sintang. Mau bantah? Datang ke saya, saya tunjukkan (data) jalan mana, itu kewenangan mana, dia kan anggota DPR RI dapil dua, (tapi membangun) ke dapil satu,” terangnya.
Midji lantas menyarankan legislator yang bersangkutan membaca aturan yang ada. Terutama Undang-undang (UU) tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau UU MD3. Dimana dalam UU MD3 diatur bahwa anggota DPR harusnya memperjuangkan aspirasi dari dapil tempat asalnya, bukan justru di dapail yang lain.
“Tinggal yang menjadi tanda tanya kenapa dia (membangun) di dapil lain. Masalahnya kita ini berpolitik kurang dewasa, sehingga masyarakat jadi korban. Ketika kompetisi sudah berakhir, harusnya sudah, tinggal siapapun menang tidak lagi bicara partai ini, partai itu, sehingga ketika ada pengambil keputusan di pusat partainya lain, lalu tidak mau bantu, yang (jadi) korban itu bukannya kepala daerah, tapi justru yang jadi korban masyarakat,” tambahnya.
Gubernur Kalbar periode 2018-2023 lalu mencontohkan bagaiman ia membangun Kalbar tanpa membeda-bedakan, melainkan sesuai skala prioritas, dan kebutuhan. “Saya ini kalah di Sintang, kalah 19 ribu (suara) dari Ibu Karol, tapi infrastruktur jalan dari Rp1,9 triliun lebih (selama lima tahun) alokasi yang paling besar di Ketapang, Kubu Raya, baru kemudian Sintang. Sintang urutan ketiga, yakni 12 persen dari hampir Rp2 triliun itu diserap di Sintang, jadi di Sintang itu hampir Rp200 miliar lebih selama lima tahun berjalan (untuk pembangunan jalan, dan jembatan),” paparnya.
Yang pasti Midji kembali menegaskan, semua kewenangan gubernur terkait DOB Provinsi Kapuas Raya sudah ia tuntaskan. Bahkan sudah sempat ditender untuk Feasibility Study (FS), dan Detail Engineering Design (DED), rencana pembangunan kantor gubernur, dan kantor DPRD Kapuas Raya. Akan tetapi, karena Provinsi Kalbar belum sah dimekarkan, pihak auditor memberikan saran agar rencana pembangunan itu tidak diwujudkan dulu.
“Lahannya juga saya sudah ngomong dengan Pak Jarot (Bupati Sintang) ada di dekat arsip itu 32 hektare sudah siap semua. FS sudah (sempat) kami tender, jadi saya tidak mengingkari (janji) itu. Tapi kalau sekarang mau digoreng, sama membodohi masyarakat, sampaikan saja, tugas pemekaran pada gubernur sudah selesai, sudah saya lakukan semuanya, persyaratan juga sudah, tinggal itu saja (kewenangan pusat),” tutupnya.
Seperti diketahui, dari data yang ada, saat menjabat sebagai gubernur pada 2019, Sutarmidji telah menyerahkan dokumen kelengkapan persyaratan pembentukan daerah persiapan Provinsi Kapuas Raya (Pemekaran Provinsi Kalbar). Dokumen yang ditandatangani Sutarmidji tertanggal 31 Desember 2019 itu, ditujukan kepada Presiden, Ketua DPD RI, dan Ketua DPR RI.(SS)